1. Kesulitan yang telah sampai puncaknya menjadikan seseorang tidak lagi bergantung kepada makhluk. Hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dia bergantung.
Apabila seseorang hanya bersandar kepada Allah subhanahu wa ta’ala, permohonannya akan dikabulkan dan kesulitannya akan dihilangkan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (ath-Thalaq: 3)
2. Apabila dahsyatnya petaka telah meliputi seorang hamba, dia harus berupaya keras untuk memerangi godaan setan yang membisikkan sikap putus asa dari rahmat Allah subhanahu wa ta’ala.
Balasan atas upaya keras untuk menepis godaan setan ini adalah dirinya dilepaskan dari malapetaka. Bentuk godaan setan tersebut di antaranya adalah agar seseorang meninggalkan berdoa apabila tak kunjung dikabulkan.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ، يَقُولُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Dikabulkan (doa) salah seorang kalian selagi tidak tergesa-gesa, (dengan) ia mengatakan, ‘Aku telah berdoa, tetapi tidak kunjung dikabulkan’.” (HR. al-Bukhari dalam “Kitab ad-Da’awat”, dan Muslim dalam “adz-Dzikru wad Du’a”)
3. Apabila seorang mukmin melihat kesulitannya tidak kunjung selesai dan hampir berputus asa—setelah sering memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala—hal ini akan membuahkan sikap introspeksi diri.
Dia akan menyadari bahwa doanya belum dijawab karena hatinya masih kotor. Perasaan seperti ini mendorongnya untuk bersimpuh hati secara total di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala serta mengakui bahwa permohonannya belum pantas dikabulkan. Dengan demikian, dia akan cepat dilepaskan dari malapetaka. (lihat kitab Nurul Iqtibas karya Ibnu Rajab rahimahullah bersama al-Jami’ al-Muntakhab, hlm. 212—213)
Artikel keren lainnya: