Sering aku mendengar orangtua ketika menasehati anaknya adalah dengan berteriak. Mengeraskan suara dengan harapan anak mampu takut dan lebih memahami apa yang orangtua inginkan. Meski terkadang menjadi sebuah ironi ketika nasehat itu untuk mengajari anak berlaku baik. Memang, anak akan serta merta diam dan menurut. Ia tentu kalah posisi, lebih kecil dan tak punya kuasa melawan. Tapi, bisa dibayangkan apa yang ada dalam otak si anak, "orangtuaku pun tidak tau apa itu kebaikan".
Menjadi orangtua memang tidak mudah. Apalagi sejak lahir sampai dewasa, tak ada sekolah yang mengajarkan cara menjadi orangtua. Satu-satunya pengajar ya orangtua di rumah dengan pola asuh bermacam-macam. Apa yang di dapat dari orangtua sering pula diajarkan pada generasi berikutnya. Terkadang membuat sebuah rantai tersendiri. Orangtua pemarah akan menghasilkan anak pemarah, anak pemarah pun ketika menjadi orangtua akan menghasilkan keturunan pemarah dan demikian seterusnya.
Aku ingat akan sebuah filosofi teko. Sebuah teko yang diisi dengan teh, maka ketika dituang yang akan keluar pun tetap teh. Begitu pula ketika diisi dengan susu, maka yang keluar pun susu. Begitu pula isi otak dan jiwa anak. Hati yang masih jernih itu ibarat teko yang siap menampung apa pun dari lingkungan, terutama orangtua. Jika yang setiap hari ia terima ialah teriakan, maka ia pun akan mudah emosional kepada sesamanya. Jika ia selalu menerima hinaan, maka ia pun akan mampu dengan mudah berpikir negatif atas semua hal yang terjadi padanya. Namun, bayangkan jika yang ia terima ialah nasehat baik dengan kata-kata santun, maka tidaklah mengherankan bila ia akan tumbuh menjadi pribadi luarbiasa dengan keluhuran akhlaknya.
Pernah Nabi Muhammad SAW menasehati salah seorang sahabat wanita beliau yang mengambil anaknya dengan kasar dari pangkuan Rasulullah karena tiba-tiba mengencingi baju Rasulullah. Rasulullah bersabda, "air kencing ini bisa dibersihkan, tetapi hati yang dipukul akan tetap terluka". Dan, sangat sering aku melihat kenyataan ini, keinginan merubah perilaku anak dengan cepat membuat beberapa orangtua memilih berlaku kasar dan menyakiti hati anak. Entah mereka tau atau tidak bahwa dengan seperti itu akan melahirkan dendam dan benci dalam hati anak sampai ia dewasa.
Anak ialah fotokopi dari orangtuanya. Maka, sudah semestinya ketika ingin menasehati anaknya, orangtua bertanya dulu pada hatinya, apakah perilakunya pun baik? Atau malah jangan-jangan lebih buruk dari anaknya? Air kopi hanya keluar dari teko yang berisi air kopi saja. Apabila menginginkan susu, maka sudah saatnya teko itu kita isi dengan susu. Semua berawal dari diri sendiri. Jangan berharap anak menjadi baik, kalau kita sebagai orangtua pun tak pernah memberi contoh tentang kebaikan.
Semoga Allah memudahkan kita menjadi orangtua yang berbudi luhur dan dirahmati oleh Allah. Aamiin
Artikel keren lainnya: